KEBUDAYAAN SUKU MELAYU DI SAMBAS
Sistem Kepercayaan /Religi
Upacara yang bersifat tradisional sudah tidak ada lagi karena sebagian penduduk beragama islam dan hanya merayakan hari-hari besar agama islam saja, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Ada perbedaan dalam sistem religi antara masyarakat suku Melayu Kalimantan Barat dengan masyarakat suku Jawa. Misalnya, di dalam keyakinan dan kepercayaan pada masyarakat suku Jawa, dimana keyakinan mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh agama yang timbul dan dianut masyarakat Jawa tersebut. Sikap religius mereka sering ditampakkan dalam kegiatan berkunjung ke makam nenek moyang dengan menaburkan bunga yang disebut “Nyekar”. Mereka percaya bahwa nenek moyang adalah sebagai cikal bakal atau benih suatu kaum. Oleh karena itu, untuk menghormati para nenek moyang, mereka melakukan kegiatan nyekar kemakam nenek moyang. Selain itu mereka juga mempunyai aliran kepercayaan lain yang sangat dipatuhi dan tetap mereka laksanakan, dan aliran kepercayaan itu merupakan hasil saringan ajaran agama resmi seperti agama Islam, Hindu, Budha dan agama Nasrani
Sedangkan pada masyarakat suku Melayu di Kalimantan Barat pada khususnya kepercayaan mereka sepenuhnya berawal dari agama Islam dan aliran kepercayaan seperti itupun tidak kita jumpai pada suku Melayu ini karena mereka taat dalam menjalankan syariat agama Islam dan mereka berpegang teguh pada ajaran agama tersebut. Adapun kegiatan yang bersifat keagamaan yang masih mereka jalankan dengan sepenuh hati, misalnya Nazam, Berzanji, Tahar dan sebagainya.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan ibu. Anak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dari orang tua maupun sanak keluarga dari ayah dan ibu. Tetapi dalam pembagian warisan, anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari anak perempuan.
Dalam suku Melayu, yang merupakan kelompok kekerabatan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Ketiga unsure inilah yang disebut keluarga inti. Adapun istilah yang digunakan oleh masyarakat Melayu adalah:
A. Mertua, yaitu panggilan untuk menyebut orang tua suami atau istri.
B. Besan, yaitu panggilan orang tua dari pihak laki-laki menyebut orang tua pihak istri anaknya atau dengan menantunya dengan sebutan besan dan demikian sebaliknya.
C. Ipar, yaitu panggilan untuk saudara kandung dari suami atau istri.
D. Biras, yaitu panggilan untuk suami atau istri dari ipar.
E. Ayah, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua laki-laki.
F. Umak, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua perempuan.
G. Nek Aki, yaitu panggilan terhadap orang tua laki-laki ayah atau ibu.
H. Nek Wan, yaitu pangglan terhadap orang tua perempuan ayah atau ibu.
I. Pak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara laki-laki ayah atau ibu.
J. Mak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara perempuan ayah atau ibu.
Panggilan terhadap Pak Tuak ini tergantung dari urutan kelahiran. Apabila Pak Tuak merupakan anak pertama maka dipanggil Pak Along (yang sulung), anak kedua dipanggil Pak Angah (yang tengah), dan yang terakhir dipanggil Pak Usu (yang bungsu) Sedangkan untuk yang perempuan dipanggil Mak Along, Mak Angah dan Mak Usu. Jika jumlah saudara lebih dari tiga orang disebut berdasarkan warna kulitnya.
Istilah tersebut dapat juga dilihat dari fisiknya. Apabila waktu lahir badannya kecil, maka dapat dipanggil Pak Acik. Apabila badannya panjang, maka dapat dipanggil Pak Anjang. Dan apabila badannya gemuk dipanggil Pak Amok.
Bila panggilan terhadap orang dewasa ada istilahnya, maka antara anak-anak juga ada istilah sendiri. Misalnya sebutan saudara sepupu untuk anak dari Pak Tuak dan Mak Tuak.
Ada beberapa adat istiadat Melayu yang masih berlaku hingga saat ini, diantaranya adat istiadat dalam upacara perkawinan, gunting rambut dan lain sebagainya. Yang merupakan puncak adat istiadat dalam upacara perkawinan.
Adat Istiadat Perkawinan
Perkawinan yang ideal, terdapat hal-hal yang menjadi criteria dalam mencarikan jodoh bagi anak adalah ketaatan dalam menjalankan syariat agama, tingkah lakunya yang sopan, peramah, tidak sombong, tidak angkuh dan sebagainya serta diiringi dengan kecantikan atau ketampanan paras dan fisiknya.
Masalah pembatasan jodoh, secara resmi di dalam suku Melayu berpegang teguh pada hukum syara’ yaitu hukum yang terdapat dalam agama yang mengatur tentang hal perkawinan tersebut, selain itu ada juga larangan kawin antara dua orang yang :
a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya
c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu / bapak tiri
d) Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan paman / bibi susunan
e) Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu.
f) Mempunyai hubungan yamg di dalam agama Islam antar peraturan lain yang berlaku, dilarang melakukan perkawinan
Selain itu ada hal lain juga yang membatasi jodoh, yaitu masalah usia yang masih di bawah umur, masalah kesehatan dan agama yang berbeda. Tetapi apabila sudah masuk ke dalam agama Islam, maka tidak ada lagi larangan untuk melaksanakan perkawinan. Dalam masyarakat Melayu, banyak tradisi atau adat istiadat yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah perkawinan, antara lain sebagai berikut :
a) Cikram
Cikram merupakan tanda ikatan pertunangan antara dua insan, dan jika sudah ada gadis pilihan, maka di utus orang-orang yang dituakan atau orang-orang tua untuk datang ke pihak orang tua perempuan pilihannya tersebut. Biasanya menurut adat istiadat, dalam kedatangan wakil dari pihak laki-laki itu, ada barang-barang yang perlu dibawa, antara lain: sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau, dalam satu ceper atau talam, sedangkan sehelai sarung, selendang, sabun dan bedak sebagai bahan pengiring, dan bahan-bahan tersebut diberikan kepada pihak orang tua perempuan.
Barang-barang tersebut belum diserahkan dan terlebih dahulu dimulai dengan acara pelamaran. Dalam acara pelamaran ini, biasanya maksud kedatangan pihak laki-laki ini dikiaskan dengan pantun dan sajak. Apabila pantun dan sajak itu dijawab dengan baik oleh pihak perempuan, maka pihak laki-laki menyerahkan barang bawaan berupa sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau.
Setelah penyerahan barang bawaan berupa sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau ini, wakil dari pihak perempuan membalas pemberian sirih, pinang tersebut dengan tidak ketinggalan sirih, pinang serta sarung dan songkok sebagai tambahan. Hal ini merupakan pertanda bahwa telah ada persetujuan mengenai ikatan kedua insan tersebut.
b) Aktar Pinang
Setelah pelaksanaan antar cikram, maka tahap berikutnya adalah antar pinang. Antar pinang ini merupakan salah satu adat istiadat dalam perkawinan yang harus dilaksanakan.
Apabila hari dan waktu dari pelaksanaan antar pinang telah disepakati atau ditetapkan, maka barang-barang yang akan diantarkan lebih banyak dari cikram dan menurut adat istiadat yang berlaku, sirih pinanglah yang lebih diutamakan. Mas kawin untuk perempuaan dapat berupa uang, emasdan barang. Hal ini tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Selain itu yang turut serta menjadi barang antaran adalah perlengkapan alat- alat tempat tidur, pakaian, pakaian dalam, sandal, payung dan barang-barang kelontongan lainnya. Barang-barang tersebut dibawa kepihak perempuan, dan orang-orang dari pihak laki-laki turut serta beramai-ramai mengantarkannya. Kecuali tempat tidur diantarkan sebelum antar pinang. Adakalanya syarat yang ditentukan yaitu disebutkannya sejumlah uang hangus tersebut dan besar kecilnya tergantung keadaan atau kemampuan pihak laki-laki. Uang hangus tersebut bertujuan untuk membantu konsumsi pihak perempuan dalam pelaksanaan pesta perkawinan.
c) Pelaksanaan Perkawinan
Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan “Gladak” yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan.
Ketika hari perkawinan telah tiba, acara ini diiringi dengan musik tanjidor yang bertujuan untuk menyemarakan acara pesta. Apabila tamu-tamu sudah berdatangan, maka protokol menyambut dengan ucapan selamat datang kepada para undangan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kata sambutan oleh penyelenggara, kemudian acara dilanjutkan dengan acara adat yaitu pembacaan zibir nazam dan Al-berzanji.
d) Pulang Memulangkan
Malam pertama setelah acara perkawinan, ada lagi acara yang disebut acara pulang memulangkan. Dalam acara ini wakil dari pihak laki-laki dan perempuan diharapkan kehadirannya untuk saling menyerahkan kedua mempelainya tersebut.
Adapun acaranya adalah wakil dari pengantin laki-laki menyerahkan kepada wakil pengantin perempuan dan menurut adat yang telah ditentukan, wakil pihak pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada pengantin perempuan itu tersendiri. Berikutnya wakil dari pengantin perempuan menerima penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki, sama halnya dengan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan.
Setelah selesai acara pulang memulangkan, kepada orang yang dituakan diminta untuk memberikan nasihat, khususnya nasihat perkawinan kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga, lalu dilanjutkan dengan acara sujud. Dalam acara sujud ini, pengantin laki-laki dan perempuan bersalaman mencium tangan kedua ibu bapak dan mertuanya sebagai tanda taat setia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat.
e) Buang-Buang
Acara ini biasanya dilaksanakan pada tengah malam pertama setelah acara pulang memulangkan dan pihak pengantin perempuan yang maendatangkan dukun untuk melaksanakan acara ini. Alat-alat yang diperlukan berupa air tolak bala, lilin dua batang, telur ayam sebiji, kelapa setampang diisi gula pasir, benang sumbu dan beras secupak. Semuanya dimasukkan kedalam suatu tempat yang disebut bintang.
Pengantin laki-laki memakai sarung yang dililitkan dibadan, sedangkan perempuan memakai kemban dan berkerudung. Mereka berdiri dipelataran yang telah disiapkan, lalu dukun menyiram kedua mempelai hingga basah kemudian dengan dua buah lilin yang sedang menyala dikelilingkan sebanyak tujuh kali dan pada keliling yang ketujuh, apinya harus ditiup serempak oleh kedua mempelai dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu, lalu mereka berganti pakaian dan duduk yang telah dipersiapkan.
Maksud dari acara buang-buang ini adalah sebagai peringatan bagi pengantin baru untuk membersihkan diri dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
f) Balik Tikar
Hari keempat setelah acara perkawinan adalah dilaksanakannya adat yang disebut sebagai adat balik tikar. Tikar diranjang dibalikkan dan demikian dengan kasurnya. Kelambu yang dihiasi dengan berbagai dekorasi dibuang dan diganti dengan kelambu yang baru.
Apabila utusan pengantin laki-laki datang menjemput untuk membawa kedua mempelai kerumah orang tua laki-laki pengantin perempuan dibawa mak inangnya yang disebut dengan adat singgahan.
Biasanya, dua hari dua malam berada dirumah orang tua laki-laki dan berkunjung kerumah keluarga terdekat pengantin baru pulang kerumah orang tua perempuan.
Adat istiadat ini masih ada dan perlu dilestarikan demi kelestarian budaya yang terdapat di dalamnya.
Sistem Kesenian
Dalam masyarakat suku Melayu Kalimantan Barat, banyak terdapat berbagai jenis kesenian. Oleh karena suku Melayu banyak yang memeluk agama islam, sehingga banyak yang dipengaruhi agama islam. Kesenian tersebut terdiri dari seni sastra, seni rupa, seni pertunjukan dan seni musik.
1. Seni Sastra
Seni sastra dari suku Melayu Kalimantan Barat ini berupa Nazam, Berzanji, dan sebagainya.
a) Zikir Nazam
Nazam merupakan kesenian yang bernafaskan islam. Bentuk dari kesenian Nazam ini adalah seperti Berzanji. Syairnya dilagukan dalam bahasa Arab. Biasanya Nazam dilakukan setiap malam jum’at disurau atau dirumah penduduk yang menginginkan kegiatan itu. Nazam merupakan pembacaan Berzanji dengan dilakukan dan terdapat pengurangan kata-kata dalam syairnya apabila jumlah baris kelebihan dan ada penambahan jumlah baris apabila kekurangan. Yang penting jumlah baris dalam setiap bait harus ada empat belas.
b) Berzanji
Berzanji juga merupakan kesenian yang bernafaskan islam. Kesenian ini berupa pembacaan syair-syair dari kitab Al-berzanji yang ditulis dalam bahasa Arab. Kitab ini berisikan sejarah lahirnya Nabi Muhammad SAW. Dalam pembacaan syair ini biasanya menggunakan irama-irama dan gerakan tertentu. Ada syair yang dibacakan dengan duduk dan ada pula yang dibacakan dengan berdiri.
Berzanji biasanya dilakukan pada waktu memperingati Maulud Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, pada acara gunting rambut bayi, ataupun pada acara perkawinan, serta pada acara pindah rumah. Tujuan dari pembacaan Berzanji ini adalah mengagungkan nama Allah dan Rasul-Nya, Muhammad SAW.
2. Seni Rupa
Seni rupa pada masyarakat suku Melayu Kalimantan Barat ini berkembang sejak masuknya pengaruh agama islam. Agama islam mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan seni rupa. Bentuk seni rupa yang dihasilkan seperti seni arsitektur, seni kerajinan,seni ukir (kaligrafi) dan lain-lain.
3. Seni Pertunjukan
Pada umumnya perkembangan seni tari Melayu di Kalimantan Barat berkembang dengan baik. Tari Jepin merupakan tarian rakyat Melayu pesisir pantai yang masih ada, tarian ini bernafaskan islam. Jumlah penarinya minimal dua orang.
Selain tari Jepin, ada juga tarian lain yang terkenal. Khususnya tarian yang berasal dari Kabupaten Sambas, seperti Tari Tandak Sambas dan Tari Radat.
4. Seni Musik
Pada masyarakat Melayu Kalimantan Barat seni musik tradisional yang terkenal adalah seni musik tanjidor dan tahar. Seni musik tanjidor ini sampai sekarang masih dipergunakan dalam acara perkawinan. Peralatan musik tanjidor ini terdiri dari terompet yang beranekaragam ukuran, drum, rebana dan lain sebagainya.
Tahar merupakan sekelompok orang yang memainkan peralatan kesenian yang memainkan rebana.Biasanya tahar terdiri dari enam sampai sepuluh orang dengan membawaka lagu yang bernafaskan islam, dan orang yang membawakan tahar ini biasanya berteriak menyanyikan syair yang memuji keagungan dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Selain dalam pesta perkawinan, baik tanjidor maupun tahar dapat dipakai juga untuk upacara khitanan, khataman Qur’an dan lain-lain.
Upacara yang bersifat tradisional sudah tidak ada lagi karena sebagian penduduk beragama islam dan hanya merayakan hari-hari besar agama islam saja, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Ada perbedaan dalam sistem religi antara masyarakat suku Melayu Kalimantan Barat dengan masyarakat suku Jawa. Misalnya, di dalam keyakinan dan kepercayaan pada masyarakat suku Jawa, dimana keyakinan mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh agama yang timbul dan dianut masyarakat Jawa tersebut. Sikap religius mereka sering ditampakkan dalam kegiatan berkunjung ke makam nenek moyang dengan menaburkan bunga yang disebut “Nyekar”. Mereka percaya bahwa nenek moyang adalah sebagai cikal bakal atau benih suatu kaum. Oleh karena itu, untuk menghormati para nenek moyang, mereka melakukan kegiatan nyekar kemakam nenek moyang. Selain itu mereka juga mempunyai aliran kepercayaan lain yang sangat dipatuhi dan tetap mereka laksanakan, dan aliran kepercayaan itu merupakan hasil saringan ajaran agama resmi seperti agama Islam, Hindu, Budha dan agama Nasrani
Sedangkan pada masyarakat suku Melayu di Kalimantan Barat pada khususnya kepercayaan mereka sepenuhnya berawal dari agama Islam dan aliran kepercayaan seperti itupun tidak kita jumpai pada suku Melayu ini karena mereka taat dalam menjalankan syariat agama Islam dan mereka berpegang teguh pada ajaran agama tersebut. Adapun kegiatan yang bersifat keagamaan yang masih mereka jalankan dengan sepenuh hati, misalnya Nazam, Berzanji, Tahar dan sebagainya.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan ibu. Anak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dari orang tua maupun sanak keluarga dari ayah dan ibu. Tetapi dalam pembagian warisan, anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari anak perempuan.
Dalam suku Melayu, yang merupakan kelompok kekerabatan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Ketiga unsure inilah yang disebut keluarga inti. Adapun istilah yang digunakan oleh masyarakat Melayu adalah:
A. Mertua, yaitu panggilan untuk menyebut orang tua suami atau istri.
B. Besan, yaitu panggilan orang tua dari pihak laki-laki menyebut orang tua pihak istri anaknya atau dengan menantunya dengan sebutan besan dan demikian sebaliknya.
C. Ipar, yaitu panggilan untuk saudara kandung dari suami atau istri.
D. Biras, yaitu panggilan untuk suami atau istri dari ipar.
E. Ayah, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua laki-laki.
F. Umak, yaitu panggilan anak-anak terhadap orang tua perempuan.
G. Nek Aki, yaitu panggilan terhadap orang tua laki-laki ayah atau ibu.
H. Nek Wan, yaitu pangglan terhadap orang tua perempuan ayah atau ibu.
I. Pak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara laki-laki ayah atau ibu.
J. Mak Tuak, yaitu panggilan untuk saudara perempuan ayah atau ibu.
Panggilan terhadap Pak Tuak ini tergantung dari urutan kelahiran. Apabila Pak Tuak merupakan anak pertama maka dipanggil Pak Along (yang sulung), anak kedua dipanggil Pak Angah (yang tengah), dan yang terakhir dipanggil Pak Usu (yang bungsu) Sedangkan untuk yang perempuan dipanggil Mak Along, Mak Angah dan Mak Usu. Jika jumlah saudara lebih dari tiga orang disebut berdasarkan warna kulitnya.
Istilah tersebut dapat juga dilihat dari fisiknya. Apabila waktu lahir badannya kecil, maka dapat dipanggil Pak Acik. Apabila badannya panjang, maka dapat dipanggil Pak Anjang. Dan apabila badannya gemuk dipanggil Pak Amok.
Bila panggilan terhadap orang dewasa ada istilahnya, maka antara anak-anak juga ada istilah sendiri. Misalnya sebutan saudara sepupu untuk anak dari Pak Tuak dan Mak Tuak.
Ada beberapa adat istiadat Melayu yang masih berlaku hingga saat ini, diantaranya adat istiadat dalam upacara perkawinan, gunting rambut dan lain sebagainya. Yang merupakan puncak adat istiadat dalam upacara perkawinan.
Adat Istiadat Perkawinan
Perkawinan yang ideal, terdapat hal-hal yang menjadi criteria dalam mencarikan jodoh bagi anak adalah ketaatan dalam menjalankan syariat agama, tingkah lakunya yang sopan, peramah, tidak sombong, tidak angkuh dan sebagainya serta diiringi dengan kecantikan atau ketampanan paras dan fisiknya.
Masalah pembatasan jodoh, secara resmi di dalam suku Melayu berpegang teguh pada hukum syara’ yaitu hukum yang terdapat dalam agama yang mengatur tentang hal perkawinan tersebut, selain itu ada juga larangan kawin antara dua orang yang :
a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya
c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu / bapak tiri
d) Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan paman / bibi susunan
e) Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu.
f) Mempunyai hubungan yamg di dalam agama Islam antar peraturan lain yang berlaku, dilarang melakukan perkawinan
Selain itu ada hal lain juga yang membatasi jodoh, yaitu masalah usia yang masih di bawah umur, masalah kesehatan dan agama yang berbeda. Tetapi apabila sudah masuk ke dalam agama Islam, maka tidak ada lagi larangan untuk melaksanakan perkawinan. Dalam masyarakat Melayu, banyak tradisi atau adat istiadat yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah perkawinan, antara lain sebagai berikut :
a) Cikram
Cikram merupakan tanda ikatan pertunangan antara dua insan, dan jika sudah ada gadis pilihan, maka di utus orang-orang yang dituakan atau orang-orang tua untuk datang ke pihak orang tua perempuan pilihannya tersebut. Biasanya menurut adat istiadat, dalam kedatangan wakil dari pihak laki-laki itu, ada barang-barang yang perlu dibawa, antara lain: sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau, dalam satu ceper atau talam, sedangkan sehelai sarung, selendang, sabun dan bedak sebagai bahan pengiring, dan bahan-bahan tersebut diberikan kepada pihak orang tua perempuan.
Barang-barang tersebut belum diserahkan dan terlebih dahulu dimulai dengan acara pelamaran. Dalam acara pelamaran ini, biasanya maksud kedatangan pihak laki-laki ini dikiaskan dengan pantun dan sajak. Apabila pantun dan sajak itu dijawab dengan baik oleh pihak perempuan, maka pihak laki-laki menyerahkan barang bawaan berupa sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau.
Setelah penyerahan barang bawaan berupa sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau ini, wakil dari pihak perempuan membalas pemberian sirih, pinang tersebut dengan tidak ketinggalan sirih, pinang serta sarung dan songkok sebagai tambahan. Hal ini merupakan pertanda bahwa telah ada persetujuan mengenai ikatan kedua insan tersebut.
b) Aktar Pinang
Setelah pelaksanaan antar cikram, maka tahap berikutnya adalah antar pinang. Antar pinang ini merupakan salah satu adat istiadat dalam perkawinan yang harus dilaksanakan.
Apabila hari dan waktu dari pelaksanaan antar pinang telah disepakati atau ditetapkan, maka barang-barang yang akan diantarkan lebih banyak dari cikram dan menurut adat istiadat yang berlaku, sirih pinanglah yang lebih diutamakan. Mas kawin untuk perempuaan dapat berupa uang, emasdan barang. Hal ini tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Selain itu yang turut serta menjadi barang antaran adalah perlengkapan alat- alat tempat tidur, pakaian, pakaian dalam, sandal, payung dan barang-barang kelontongan lainnya. Barang-barang tersebut dibawa kepihak perempuan, dan orang-orang dari pihak laki-laki turut serta beramai-ramai mengantarkannya. Kecuali tempat tidur diantarkan sebelum antar pinang. Adakalanya syarat yang ditentukan yaitu disebutkannya sejumlah uang hangus tersebut dan besar kecilnya tergantung keadaan atau kemampuan pihak laki-laki. Uang hangus tersebut bertujuan untuk membantu konsumsi pihak perempuan dalam pelaksanaan pesta perkawinan.
c) Pelaksanaan Perkawinan
Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan “Gladak” yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan.
Ketika hari perkawinan telah tiba, acara ini diiringi dengan musik tanjidor yang bertujuan untuk menyemarakan acara pesta. Apabila tamu-tamu sudah berdatangan, maka protokol menyambut dengan ucapan selamat datang kepada para undangan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kata sambutan oleh penyelenggara, kemudian acara dilanjutkan dengan acara adat yaitu pembacaan zibir nazam dan Al-berzanji.
d) Pulang Memulangkan
Malam pertama setelah acara perkawinan, ada lagi acara yang disebut acara pulang memulangkan. Dalam acara ini wakil dari pihak laki-laki dan perempuan diharapkan kehadirannya untuk saling menyerahkan kedua mempelainya tersebut.
Adapun acaranya adalah wakil dari pengantin laki-laki menyerahkan kepada wakil pengantin perempuan dan menurut adat yang telah ditentukan, wakil pihak pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada pengantin perempuan itu tersendiri. Berikutnya wakil dari pengantin perempuan menerima penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki, sama halnya dengan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan.
Setelah selesai acara pulang memulangkan, kepada orang yang dituakan diminta untuk memberikan nasihat, khususnya nasihat perkawinan kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga, lalu dilanjutkan dengan acara sujud. Dalam acara sujud ini, pengantin laki-laki dan perempuan bersalaman mencium tangan kedua ibu bapak dan mertuanya sebagai tanda taat setia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat.
e) Buang-Buang
Acara ini biasanya dilaksanakan pada tengah malam pertama setelah acara pulang memulangkan dan pihak pengantin perempuan yang maendatangkan dukun untuk melaksanakan acara ini. Alat-alat yang diperlukan berupa air tolak bala, lilin dua batang, telur ayam sebiji, kelapa setampang diisi gula pasir, benang sumbu dan beras secupak. Semuanya dimasukkan kedalam suatu tempat yang disebut bintang.
Pengantin laki-laki memakai sarung yang dililitkan dibadan, sedangkan perempuan memakai kemban dan berkerudung. Mereka berdiri dipelataran yang telah disiapkan, lalu dukun menyiram kedua mempelai hingga basah kemudian dengan dua buah lilin yang sedang menyala dikelilingkan sebanyak tujuh kali dan pada keliling yang ketujuh, apinya harus ditiup serempak oleh kedua mempelai dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu, lalu mereka berganti pakaian dan duduk yang telah dipersiapkan.
Maksud dari acara buang-buang ini adalah sebagai peringatan bagi pengantin baru untuk membersihkan diri dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
f) Balik Tikar
Hari keempat setelah acara perkawinan adalah dilaksanakannya adat yang disebut sebagai adat balik tikar. Tikar diranjang dibalikkan dan demikian dengan kasurnya. Kelambu yang dihiasi dengan berbagai dekorasi dibuang dan diganti dengan kelambu yang baru.
Apabila utusan pengantin laki-laki datang menjemput untuk membawa kedua mempelai kerumah orang tua laki-laki pengantin perempuan dibawa mak inangnya yang disebut dengan adat singgahan.
Biasanya, dua hari dua malam berada dirumah orang tua laki-laki dan berkunjung kerumah keluarga terdekat pengantin baru pulang kerumah orang tua perempuan.
Adat istiadat ini masih ada dan perlu dilestarikan demi kelestarian budaya yang terdapat di dalamnya.
Sistem Kesenian
Dalam masyarakat suku Melayu Kalimantan Barat, banyak terdapat berbagai jenis kesenian. Oleh karena suku Melayu banyak yang memeluk agama islam, sehingga banyak yang dipengaruhi agama islam. Kesenian tersebut terdiri dari seni sastra, seni rupa, seni pertunjukan dan seni musik.
1. Seni Sastra
Seni sastra dari suku Melayu Kalimantan Barat ini berupa Nazam, Berzanji, dan sebagainya.
a) Zikir Nazam
Nazam merupakan kesenian yang bernafaskan islam. Bentuk dari kesenian Nazam ini adalah seperti Berzanji. Syairnya dilagukan dalam bahasa Arab. Biasanya Nazam dilakukan setiap malam jum’at disurau atau dirumah penduduk yang menginginkan kegiatan itu. Nazam merupakan pembacaan Berzanji dengan dilakukan dan terdapat pengurangan kata-kata dalam syairnya apabila jumlah baris kelebihan dan ada penambahan jumlah baris apabila kekurangan. Yang penting jumlah baris dalam setiap bait harus ada empat belas.
b) Berzanji
Berzanji juga merupakan kesenian yang bernafaskan islam. Kesenian ini berupa pembacaan syair-syair dari kitab Al-berzanji yang ditulis dalam bahasa Arab. Kitab ini berisikan sejarah lahirnya Nabi Muhammad SAW. Dalam pembacaan syair ini biasanya menggunakan irama-irama dan gerakan tertentu. Ada syair yang dibacakan dengan duduk dan ada pula yang dibacakan dengan berdiri.
Berzanji biasanya dilakukan pada waktu memperingati Maulud Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, pada acara gunting rambut bayi, ataupun pada acara perkawinan, serta pada acara pindah rumah. Tujuan dari pembacaan Berzanji ini adalah mengagungkan nama Allah dan Rasul-Nya, Muhammad SAW.
2. Seni Rupa
Seni rupa pada masyarakat suku Melayu Kalimantan Barat ini berkembang sejak masuknya pengaruh agama islam. Agama islam mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan seni rupa. Bentuk seni rupa yang dihasilkan seperti seni arsitektur, seni kerajinan,seni ukir (kaligrafi) dan lain-lain.
3. Seni Pertunjukan
Pada umumnya perkembangan seni tari Melayu di Kalimantan Barat berkembang dengan baik. Tari Jepin merupakan tarian rakyat Melayu pesisir pantai yang masih ada, tarian ini bernafaskan islam. Jumlah penarinya minimal dua orang.
Selain tari Jepin, ada juga tarian lain yang terkenal. Khususnya tarian yang berasal dari Kabupaten Sambas, seperti Tari Tandak Sambas dan Tari Radat.
4. Seni Musik
Pada masyarakat Melayu Kalimantan Barat seni musik tradisional yang terkenal adalah seni musik tanjidor dan tahar. Seni musik tanjidor ini sampai sekarang masih dipergunakan dalam acara perkawinan. Peralatan musik tanjidor ini terdiri dari terompet yang beranekaragam ukuran, drum, rebana dan lain sebagainya.
Tahar merupakan sekelompok orang yang memainkan peralatan kesenian yang memainkan rebana.Biasanya tahar terdiri dari enam sampai sepuluh orang dengan membawaka lagu yang bernafaskan islam, dan orang yang membawakan tahar ini biasanya berteriak menyanyikan syair yang memuji keagungan dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Selain dalam pesta perkawinan, baik tanjidor maupun tahar dapat dipakai juga untuk upacara khitanan, khataman Qur’an dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment